Article Detail

Disleksia pada Anak: Penyebab, Gejala, dan Cara Menanganinya

Disleksia adalah semacam disabilitas yang lazim dialami anak-anak. Anak-anak dengan disleksia umumnya mengalami kesulitan saat mereka belajar membaca, menulis, atau mengeja kata-kata.

Meskipun anak-anak penderita disleksia memiliki tingkat intelejensi di atas rata-rata, mereka sulit memahami pelajaran yang disampaikan secara visual maupun melalui suara.

Otak anak yang mengidap kondisi ini tidak mampu menerjemahkan gambar atau suara yang dilihat oleh mata atau yang didengar oleh telinga. Mata penderita disfungsi otak ini bisa melihat kata-kata yang tertulis dalam buku, namun otak tidak mampu menerjemahkan apa yang mereka lihat.

Disleksia bukanlah bagian dari penyakit mental. Oleh karena itu kepikunan, keterbelakangan mental dan kerusakan otak tidak dapat digolongkan sebagai gejala disleksia, begitu pula dengan gangguan penglihatan dan pendengaran.

Apa penyebabnya?

Ada dua jenis disleksia, yaitu primer dan berkembang. Jenis primer terjadi akibat tidak berfungsinya cerebrum (bagian otak yang mengatur aktivitas berpikir dan bergerak) yang terjadi akibat faktor genetik dan keturunan.

Sedangkan jenis berkembang dialami ketika anak masih berada dalam kandungan. Pengidap disleksia berkembang dapat membaca namun tidak lancar dan mengalami kesulitan dalam mengeja kata-kata.

Kabar baiknya, kemampuan membaca mereka akan membaik ketika tumbuh dewasa. Pengidap disleksia berkembang mungkin tidak akan pernah menjadi seorang pembaca atau pengeja yang baik, namun otak mereka dapat melakukannya meski tidak lancar.

Baik pengidap disleksia primer maupun berkembang dapat menangkap gambar maupun suara, tapi dengan kecepatan merespon yang lebih lambat daripada anak normal.

Tanda-tanda disleksia

Seorang anak yang kemungkinan mengidap disfungsi otak ini akan berulang kali terbalik menuliskan angka atau huruf. Karena anak normal pun biasa melakukan kesalahan semacam ini, maka gejala ini mungkin akan dianggap sepele.

Akhirnya, orang tuabaru merasa khawatir ketika anak tetap melakukan kesalahan yang sama pada saat usianya telah lebih dari delapan tahun.

Sedangkan gejala lainnya adalah :

  • Tidak mampu mengikuti urutan atau pola
  • Tak mampu mengingat apa yang pernah didengar dan dilihat – termasuk hal-hal yang disukainya, seperti film atau cerita.
  • Mengerjakan PR dengan tidak rapi
  • Enggan mengerjakan tugas sekolah
  • Mengalami kesulitan saat menyalin dari buku atau papan tulis


Apa yang harus orangtua lakukan?

Jangan panik ketika Anda mendapati gejala di atas pada anak Anda. Lakukan konsultasi dengan dokter atau para profesional di bidang medis karena mereka lebih tahu bagaimana penanganan yang semestinya.

Beberapa tes mungkin akan dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kesulitan yang dialami anak ketika mereka membaca dan memproses suatu informasi.

Sama seperti sindrom autisme, disleksia tidak bisa disembuhkan. Namun, ada beberapa metode yang dapat diterapkan agar  pengidapnya dapat menjalani kehidupan dengan normal.

Pihak sekolah juga dapat dilibatkan untuk menangani anak penderita kelainan kerja otak agar mereka tetap dapat memperoleh pengetahuan, meski memiliki keterbatasan.

Anak pengidap disleksia biasanya akan merasa tertekan dan kesepian karena merasa minder dengan ketidakmampuannya dalam hal membaca. Jadilah motivator setianya agar ia mendapatkan kembali rasa bangga terhadap dirinya sendiri dan tak menyerah dengan keterbatasan yang dialaminya.

Parents, semoga informasi di atas bermanfaat.

 

Referensi: theAsianparent Singapura
Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment